Catatan Ngatini
Edisi
: Berhijab
Setelah meminta kepada
Fatimah untuk membantu aku menjadi wanita seperti dirinya, akupun mulai
mengenal satu per satu kebiasaannya, dan yang pertama kali di ajarkan kepadaku
adalah, berhijab.
Sejak SMA aku tinggal sendiri di kota
tempat aku merantau, orangtuaku tidak pernah memberikan didikan dalam hal
agama, bagi mereka uang adalah segalanya dengan memberiku materi mereka sudah
beranggapan bahwa aku telah bahagia. Jujur saja urusan buka tutup aurat tidak
pernah aku fikirkan, aku bahkan beranggapan bahwa tidak ada batasan untuk
urusan aurat, namun setelah Fatimah memberikan penjelasan kepadaku sedikit demi
sedikit akupun mulai faham akan kewajiban dalam menutup aurat.
“Wanita adalah ciptaan Allah
yang paling istimewa, Allah memberikan tugas bagi seorang perempuan untuk
menjadi pendidik pertama bagi anak-anaknya, namun perempuan juga membawa
tanggung jawab besar di pundaknya karena setiap keputusannya memiliki resiko,
salah satu contohnya dalam menutup aurat, ketika seorang perempuan tidak
menutup aurat ada 4 laki-laki yang ikut terseret keneraka pertama ayahnya,
kedua suaminya, ketiga anak laki-lakinya, dan keempat saudara laki-lakinya. Nah
dengan demikian wajiblah kita dalam menutup aurat dikarenakan itu adalah
perintah Allah SWT lansung dalam surah An-Nur ayat 31-32 dan surah Al-Ahsab
ayat 59” jelas Fatimah dengan ramah.
Setelah mendapatkan penjelasan
dari Fatimah, rasa takut menghantui fikiranku, takut jika yang dikatakan Fatimah
itu benar, namun Setan-setan mulai mencoba bermain dengan fikiranku,berbagai
alasan kugunakan untuk menghindar dari kewajiban itu. “Bagaimana aku bisa
berhijab di tempat sepanas ini? bagaimana aku bisa berhijab sedang sikapku
tidak mencerminkan seperti seorang muslimah? Oh tuhannn bagaimana ini” keluhku
dalam hati. Malam sudah semakin larut, bayang-bayang tentang hijab menghantui
fikiranku. Rasanya sulit untuk memutuskan sebab dalam diriku terjadi
pertempuran yang dasyat dimana pro dan kontra akan hijab sebagai pokok
permasalaan. Keesokan harinya dengan mata sayup aku berjalan menuju ketempat
tinggal seorang wanita yang ramah dan anggun, yah siapalagi kalau bukan
Fatimah. Tanganku yang lemas mulai ku gerakkan, perlahan aku mencoba meraih
daun pintu Fatimah. “tok…tok…tok Assalamu’alaikum” aku mulai mengetuk pintu, “Waalaikum salam” jawab
Fatimah dengan suara samar-samar. Saat Fatimah membuka pintu, ekspresinya
berubah, seolah menunjukkan kecemasan yang berlebihan. “Ya Allah ukhti, apa
yang terjadi dengan wajahmu? Dirimu seperti orang yang sedang kurang sehat”
Tanya Fatimah dengan cemas. Akupun menceritakan kronologisnya kepada Fatimah,
dan setelah berbicara panjang lebar Fatimah beranjak dari tempat duduknya
kemudian mengambil segelas air putih untuk di berikan kepadaku.
Setelah
beberapa lama, akupun mulai nampak segar, Fatimah mendekat kearahku dan
memegang pundakku “Ukhti, mungkin ini sedikit sulit untukmu, namun ini adalah
jalan hidup yang kamu harus pilih dan jangan khawatir akan hatimu yang belum
mencerminkan bahwa kamu adalah seorang yang pantas untuk berhijab, ketahuilah
akupun dulu seperti dirimu, tidak mengenal hijab dan tidak tahu akan kewajiban
berhijab itu seperti apa. Namun aku berfikir, tidak ada kesiapan tanpa aksi
terlebih dahulu dan setelah aku terapkan aku sadar bahwa dengan hijabku,aku
dapat memilih tempat yang sepantasnya aku datangi, teman yang seharusnya ku
kunjungi, ucapan yang seharusnya keluar dari lisanku, sikap yang harus aku
ambil ketika dalam kesedihan, dan masih banyak lagi. Sungguh hijab menjadi rem
buatku yang masih pemula dalam berhijab serta menjadi guru bagiku yang belum
tahu apa-apa. Nah ukhti tidak usah takut, kamu butuh proses dalam menggunakan
hijab namun dirimu harus menanamkan dalam hati akan keseriusan untuk melakukan
perubahan. Ingatlah bahwasanya Allah SWT tidak akan mengubah suatu kaum kecuali
kaum tersebut mengubah diri mereka sendiri terlebih dahulu dan Jangan sampai panas di dunia kau khawatirkan
sedangkan panas di akhirat kau abaikan.semangat ukhti”
Setelah
mendengar penjelasan dari Fatimah akupun mulai berfikir akan kewajibanku
sebagai seorang muslimah, ternyata banyak tanggung jawab yang harus aku pikul
dalam hidupku. Aku sadar bahwa tidaklah mudah menjadi seorang muslimah yang
baik. Namun aku tetap harus memilih yang terbaik, mungkin mentalku tidaklah
sekuat Fatimah, tetapi aku akan mencoba yang terbaik untuk mencapai tujuanku.
Dan setelah aku menimbang apa yang dikatakan oleh Fatimah aku mulai sadar bahwa
aku harus memilih jalan ini, yaitu jalan yang ditempuh oleh Rasulullah saw dan
para sahabatnya. Selang beberapa hari aku mulai menggunakan jilbab yang
mengulur ke seluruh tubuh dan kerudung yang menutupi dadaku. Semoga dengan pilihanku ini aku bisa menjadi seorang
muslimah seperti Fatimah.
“Pemenang kehidupan adalah orang yang tetap
Sejuk ditimpa yang
panas, yang tetap manis
Ditempa yang
sangat pahit, yang merasa kecil
Meskipun telah
menjadi besar, serta tetap
Tenang
di tengah badai yang hebat”